SEJARAH INDONESIA II
PERANG PADRI
MAKALAH
Dosen
Pengampu : Dr. Sri Handayani, M.M.
Oleh:
1. Taufik
Kholil
|
NIM 150210302071
|
2. Azizah
|
NIM 150210302067
|
3. Ikmal
Kadafi
|
NIM 150210302053
|
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmatNya-lah maka kami bisa menyelesaikan makalah
dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah tentang “Perlawanan Terhadap
Kolonialisme Belanda”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kita untuk mempelajari berbagai sejarah tentang cikal bakal
Bangsa Indonesia dan bisa mengetahui perjuangan dari rakyat-nya itu sendiri.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Dengan ini, kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih
dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat
untuk semua pihak. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pentingnya pembahasan topik ini adalah untuk mengetahui bagaimana
penderitaan bangsa Indonesia ketika di jajah oleh bangsa-bangs Eropa, sehingga
terjadi perlawanan-perlawanan di berbagai daerah untuk menusir para penjajah,
khususnya para penjajah Belanda.
Sampai dengan abad 18 penetrasi kekuasaan Belanda semakin besar dan meluas,
bukan hanya dalam bidang ekonomi dan politik saja namun juga meluas ke
bidang-bidang lainnya seperti kebudayaan dan agama. Penetrasi dan dominasi yang
semakin besar dan meluas terhadap kehidupan bangsa Indonesia menyebabkan
terjadinya berbagai peristiwa perlawanan dan perang melawan penindasan dan
penjajahan bangsa Eropa. Tindakan sewenang-wenang dan penindasan yang dilakukan
oleh penguasa kolonial Eropa telah menimbulkan kesengsaraan dan kepedihan
bangsa Indonesia. Menghadapi tindakan penindasan itu, rakyat Indonesia
memberikan perlawanan yang sangat gigih. Perlawanan mula-mula ditujukan kepada
kekuasaan Portugis dan VOC.
Perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia tersebut di bagi ke dalam dua
periode, yaitu perlawanan sebelum tahun 1800 dan perlawanan sesudah tahun 1800.
Pembagian waktu tersebut dilakukan untuk memudahkan pemahaman mengenai sejarah
perlawanan bangsa Indonesia terhadap Bangsa-Bangsa Barat tersebut. Perlawanan
sebelum tahun 1800, yaitu : Perlawanan Rakyat Mataram, Perlawanan Rakyat
Banten, Perlawanan Rakyat Makasar, Pemberontakan Untung Surapati. Sedangkan
perlawanan sesudah tahun 1800, yaitu : Perlawanan Sultan Nuku(Tidore),
Perlawanan Patimura, Perang Diponegoro,Perang Paderi, Perang Aceh, Perang Bali,
Perang Banjarmasin.
Proses penjajahan di Indonesia adalah proses perjuangan yang tidak akan
cukup tergambarkan dalam satu atau dua buku. Berbagai pristiwa yang pernah
dialami maupun berbagai peninggalan yang masih tersisa merupakan saksi yang
masih banyak menyimpan rahasiah yang mungkin belum mampu terungkap.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa yang melatar belakangi dalam perang
padri ?
2.
Bagaimana proses dalam perang padri ?
3.
Bagaimana akhir dari perang padri ?
1.3 Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk mengetahui latar belakang perang
padri
2.
Untuk mengetahui proses perang padri
3.
Untuk mengetahui akhir perang padri
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Latar
Belakang Terjadinya Perlawanan
Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di daerah Minangkabau
(Sumatra Barat) dan sekitarnya terutama di kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803
hingga 1838. Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya akibat
pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan melawan
penjajahan.
Istilah Padri berasal dari kata Pidari atau Padre, yang berarti ulama yang
selalu berpakaian putih. Para pengikut gerakan padri biasanya memakai jubah
putih. Sedangkan kaum adat memakai pakaian hitam. Selain itu juga ada yang
berpendapat bahwa disebut gerakan Padri karena para pemimpin gerakan ini adalah
orang Padari, yaitu orang-orang yang berasal dari Pedir yang telah naik haji ke
Mekah melalui pelabuhan Aceh yaitu Pedir.
Adapun tujuan dari gerakan Padri adalah memperbaiki masyarakat Minangkabau
dan mengembalikan mereka agar sesuai dengan ajaran Islam yang murni yang
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan ini mendapat sambutan baik di
kalangan ulama, tetapi mendapat pertentangan dari kaum adat. (Mawarti, Djoened
PNN, 1984:169).
Dalam perkembangannya, di minangkabau tampak timbulnya kebiasaan-kebiasaan
buruk, sedang para pembesar tidak mampu menghalangi, bahkan turut menjalankan
kebiasaan-kebiasaan buruk, yaitu menyabung ayam, madat, berjudi, dan minum
minuman keras. Kebiasaan ini semain meluas dan mempengaruhi kelompok pemudanya.
Menghadapi keadaan ini kaum ulama atau padri mengadakan reaksi sehingga
gerakannya dikenal dengan gerakan padri. Kaum padri ingin memperbaiki keadaan
masyarakat dengan cara mengembalikan pada ajaran islam yang murni. Sejak saat
itu timbul bibit-bibit pertentanga antara kaum padri dengan kaum adat.
Perang Padri dilatarbelakangi oleh kepulangan tiga orang Haji dari Mekkah sekitar tahun 1803, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang yang ingin
memperbaiki syariat Islam yang belum sempurna dijalankan oleh masyarakatMinangkabau. Mengetahui hal
tersebut, Tuanku Nan Renceh sangat tertarik
lalu ikut mendukung keinginan ketiga orang Haji tersebut bersama dengan ulama
lain di Minangkabau yang tergabung dalam Harimau Nan Salapan.
Harimau Nan Salapan yang terdiri dari Tuanku nan Renceh, Tuanku Lubuk aur,
Tuanku Berapi, Tuanku Padang Lawas, Tuanku Galung, Tuanku Biaro, dan Tuanku
kapau. kemudian meminta Tuanku Lintau untuk mengajak
Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah beserta Kaum Adat untuk
meninggalkan beberapa kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum Padri dengan Kaum
Adat. Seiring itu beberapa nagari dalam Kerajaan Pagaruyung bergejolak, puncaknya pada tahun 1815, Kaum
Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang
Kerajaan Pagaruyung dan pecahlah peperangan di Koto
Tangah. Serangan ini menyebabkan Sultan Arifin
Muningsyah terpaksa menyingkir dan melarikan diri dari ibu kota kerajaan.
Perang saudara ini semakin meluas dan mengalami perkembangan baru setelah
pihak asing mulai campur tangan. Kaum adat mengharapkan bantun dari inggris.
Raffles melihat kemungkinan yang terjadi, mempertimbangkan untung dan rugi. Raffles
juga menghubungi kaum padri untuk menawarkan jasa baik, tetapi tidak ada
persesuaian pendapat. Tujuan raffles sebenarnya untuk mendaatkaan daerah
pedalaman yang subur.
Namun, inggris harus segera menyerahkan daerahnya kepada belanda sebagai
pelaksanaan perjanjian london (1824). Kekuatan inggris di sumatera barat
diserahkan kepada hindia-belanda.
Pemerintah hindia belanda mengangkat james du puy sebagai ressiden. Kaum
adat kini beralih memintta bantuan kepada belanda.
2.2 Proses Perlawanan
Musuh kaum Padri selain kaum adat adalah Belanda.
Perlawanan dimulai tahun 1821 Kaum Adat yang mulai terdesak dengan serangan
Kaum Padri, meminta bantuan kepada Belanda. Kaum Padri memulai serbuan ke
berbagai pos Belanda dan pencegatan terhadap patrol Belanda. Pasukan Padri
bersenjatakan senjata tradisional, sedangkan musuhnya menggunakan meriam dan
jenis senjata lainnya yang sudah dibilang cukup modern. Pertempuran banyak
menimbulkan korban kedua belah pihak. Pasukan Belanda mendirikan benteng
pertahanan di Batu sangkar diberi nama Fort Van Der Capellen.
Peperangan
ini ditandai dengan tiga masa. Masa pertama berlangsung antara 1821-1825,
ditandai dengan meluasnya perlawan rakyat keseluruh daerah minangkabau. Masa
kedua adalah antara tahun 1825-1830, ditandai dengan meredanya pertempuran
karena Belanda berhasil mengadakan perjanjiaan dengan gerakan kaum pradi yang
mulai melemah. Masa ketiga antara tahun
1830-1838, ditandai dengan perlawanan padri yang meningkat dan penyerbuan
Belanda secara besar-besaran, kemudian diakhiri dengan tertangkapnya
pemimpin-pemimpin padri.
Dalam
pertempuran yang dipimpin oleh Tuanku Pasaman dan pasukan Belanda berupa 200
orang serdadu dengan meriam 6 pon dan meriam kodok. Ditambah 8000 hingga 10.000
pasukan dari Bumiputera. Pasukan Tuanku Pasaman gugur kurang lebih 350 orang
salah satunya anaknya sendiri. Kemudian mereka mundur menuju Lintau yang
menerobos jebakan dari Belanda untuk memutus jalan.
Pada
tanggal 10 juni 1822 raaff mengirim surat damai. Tetapi Tuanku Pasaman tidak
menjawab dan diserbulah pasukan Padri disekitar Tanjung Alam. Dilain tempat
Tuanku Ranceh melakukan penyerangan di Baso pada 14 agustus 1822 terhadap
Belanda. Bulan September 1822 Padri mengadakan operasi di Guguk Sugandang dan
Tanjung Alam, dan membakar kampung penduduk yang memihak Adat, pasukan Padri
berjumlah 20.000 orang.
Di
Bonio pertahana Padri cukup kuat, pemimpin Belanda Letnan P. H. Marinus
memindah meriam-meriam ke bukit, begitu juga pasukan kapten Brusse dengan
seribu penduduk setempa. Dalam
pertempuran ini Marinus meninggal dan Padri mundur di dalam hutan-hutan
sekitar.
Pertempuran
Padri dilanjut di kapau, pasukan ini pada tanggal 18 september 1823 mencoba
mengepung Belanda denga 100 orang dan belanda menyingkir ke Kota Tua. 24
september 1823 di Agam Padri menyerang Belanda dengan jumlah 170 orang dari
Belanda, dan berhasil membunuh 19 serdadu tetapi kalahnya persenjataan mendesak
Padri yang dijaga 360 orang.
Kolonel
Sturs yang diangkat menjadi penguasa sipil dan militer sumatera barat mulai 2
november 1824, pada tanggal 29 oktober 1825 padri diwakili oleh tuanku keramat
mengadakan kontrak perjanjian perdamaian yang baru ditanda tangani di Pedang pada tanggal 15 november 1825 yang
isinya kedua belah pihak melindungi pedagang dan orang-orang dari pengungsian
diujung karang. Perdamaian antara belanda dan kaum padri ini mengecewakan para
pengikut kaum adat.
September
1826 serdadu Belanda di minangkabau sebanyak 500 orang serta 17 opsir ke jawa
sehingga kekuatan militer belanda di minangkabau tinggal 677 orang. Dengan ini,
belanda harus menjaga 17 pos yang letaknya tersebar di daerah-daerah. Kelemahan
ini dimanfaatkan oleh padri untuk melawan, saat belanda melakukan pemaksaan
penduduk kampung malik melakukan penentangan.
Kaum
padri mengambil kesempatan untuk menyerang belanda, ketua adat dari daerah XII
dapat mempengaruhi penduduk kota XX untuk melakukan penyerangan ke belanda juga
dengan tidak membayar cukai dan pajak pasar.
Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum Padri telah meluas sampai ke Batak
Mandailing, Tapanuli. Di Natal. Tapanuli Baginda Marah Husein minta bantuan
kepada Kaum Padri mengusir Gubernur Belanda di sana. Maka setelah selesai
perang Diponegoro, Natal di bawah pimpinan Tuanku Nan Cerdik dapat mempertahankan
serangan Belanda di sana.
Kelemahan belanda diberbagai daerah pertempuran membawa akibat semakin
meluasnya perlawanan kaum padri. Di samping itu, terlihat pasukan kaum adat
yang kecewa mulai melakukan perlawanan terhadap belanda. Kira-kira 70 orang
penghulu adat dengan bantuan penduduk XIII kota yang bersikap anti-belanda
telah menyerbu padang, tetapi kemudian memundurkan diri stelah kurang lebih 100
orang serdadu belanda melawannya. Sementara itu, kaum padri yang bergerak
disebelah barat pasaman berhasil menduduki air bangis.
Tahun 1829 De Stuers digantikan oleh Letnan Kolonel Elout, yang datang di
Padang Maret 1831. Dengan bantuan Mayor Michiels, Natal dapat direbut, sehingga
Tuanku Nan Cerdik ke Bonjol. Banyak kampung yang dapat direbut Belanda.
Tahun 1832 datang bantuan dari Jawa, di bawah Sentot Prawirodirjo. Dengan cepat
Lintau, Bukit, Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah Agam dapat dikuasai
oleh Belanda.
Sementara itu, pertemuan yang terjadi pada 10 september 1833 antara mantua
dan agam membawa kekalahan pada pihak padri, meskipun mereka dapat menewaskan
beberapa serdadu belanda. Beberapa distrik dan seluruh daerah VIII kota jatuh
ke tangan belanda. Penyerangan-penyerangan padri pada pos-pos dan
benteng-benteng belanda masih terus dilakukan, seperti penyerangan benteng
belanda di amerongen oleh tuanku tambusai pada pertengahan januari 1833.
2.3 Akhir
Perlawanan
Kesulitan yang diderita kaum padri di bojol berawal dengan di tutupnya
jalan-jalan penghubung dengan daerah lain oleh pasukan belanda. Pada tanggal
11-16 juni 1835, sayap kanan pasukan belanda telah berhasil menutup jalan yang
menghubungkan benteng bonjol dengnan daerah sebelah barat.
Setelah daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda, serangan
ditujukan langsung ke benteng Bonjol. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku
Imam Bonjol menyatakan bersedia untuk berdamai. Belanda mengharapkan, bahwa
perdamaian ini disertai dengan penyerahan. Tetapi Imam Bonjol berpendirian
lain. Perundingan perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar dapat
mengatur pertahanan lebih baik, yaitu membuat lubang yang menghubungkan
pertahanan dalam benteng dengan luar benteng, di samping untuk mengetahui
kekuatan musuh di luar benteng. Kegagalan perundingan ini menyebabkan
berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12 Agustus 1837.
Belanda memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki benteng
Bonjol,yang didahului dengan pertempuran yang sengit. Meriam-meriam Benteng
Bonjol tidak banyak menolong, karena musuh berada dalam jarak dekat.
Perkelahian satu lawan satu tidak dapat dihindarkan lagi. Korban berjatuhan
dari kedua belah pihak. Pasukan Padri terdesak dan benteng Bonjol dapat
dimasuki oleh pasukan Belanda menyebabkan Tuanku Imam Bonjol beserta sisa
pasukannya menyerah pada tanggal 25 Oktober 1937.
Tuanku imam bonjol kemudian dibuang ke cianjur, jawa barat. Tada tanggal 19
januari 1839 beliau dibuang ke ambon, lalu pada tahun 1841 dipindahkan ke
manado, dan meninggal disana pada tanggal 6 november 1864.
Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti perlawanan kaum
Padri telah dapat dipadamkan. Perlawanan masih terus berlangsung dipimpin
oleh Tuanku Tambusai pada tahun 1838. Setelah itu berakhirlah perang
Padri dan daerah Minangkabau dikuasai oleh Belanda.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akhirnya pada tahun 1837 Benteng Bonjol dapat dikuasai Belanda, dan Tuanku
Imam Bonjol berhasil ditangkap, tetapi peperangan ini masih berlanjut
sampai akhirnya benteng terakhir Kaum Padri, di Dalu-Dalu , yang waktu itu
telah dipimpin oleh Tuanku Tambusai jatuh pada 28 Desember 1838. Hancurnya
benteng tersebut memaksa Tuanku Tambusai mundur, bersama sisa-sisa pengikutnya
pindah kenegeri sembilan semenanjung malaya dan akhirnya peperangan ini
dianggap selesai karena sudah tidak ada perlawanan yang berarti.
3.2 Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana
susahnya pejuang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta
maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam membela
Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.com/2011/02/kedatangan-belanda-ke-indonesia.html
Notosusanto, Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Notosusanto, Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Rickleft.1999. Sejarah
Indonesia Moderen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
0 komentar:
Posting Komentar